Advertisement
Advertisement
Tata Cara Bacaan Amalan Manfaat Keutamaan Doa Malam Nisfu Syaban-Malam Nisfu Syaban adalah malam ke 15 bulan kedelapan Sya'ban dari kalender Islam, Malam Nisfu Sya'ban diterjemahkan menjadi malam pengampunan dosa, malam berdoa dan malam pembebasan, malam Nisfu Syakban di beberapa daerah seringkali diperingati dengan berjaga sepanjang malam untuk beribadah.
Ada beberapa bulan dalam islam yang didalamnya terdapat keberkahan dan keagungan, Salah satunya adalah bulan Sya’ban. Dan dalam bulan sya’ban tersebut ada satu malam istimewa yang masih menjadi ikhtilaf atau perbedaan pendapat dari zaman tabi’in sampai sekarang, yang mana jika kita menghidupkan malam tersebut dengan beribadah maka Allah pasti akan mengampuni dosa-dosa kita kecuali dosa syirik dan membunuh.
Di kalangan kaum muslimin di Indonesia malam Nisfu sya’ban ini selalu menjadi malam yang istimewa diantara malam-malam di bulan Sya’ban. Berkenaan dengan malam Nisfu (pertengahan) Sya'ban ada beberapa hal yang patut diketahui bersama, karena malam Nisfu Sya’ban ini sejak lama menjadi perdebatan di kalangan Ulama dan para ahli hadist dan menjadi ‘mahallul-khilaf’ nyaris sepajang zaman.
Keistimewaan Malam Nisfu Sya’ban
Ada hadits yang menyatakan keutamaan malam nisfu Sya’ban yang mengatakan bahwa di malam tersebut akan ada banyak pengampunan terhadap dosa.Di antaranya adalah hadits riwayat Mu’adz bin Jabal, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Allah mendatangi seluruh makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban. Dan Dia akan mengampuni seluruh makhluk kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”
Al-Mundziri dalam At-Targhib setelah menyebutkan hadits ini, beliau mengatakan, “Dikeluarkan oleh At-Thabrani dalam Al Awsath dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya dan juga oleh Al-Baihaqi. Ibnu Majah pun mengeluarkan hadits dengan lafazh yang sama dari hadits Abu Musa Al-Asy’ari. Al-Bazzar dan Al-Baihaqi mengeluarkan yang semisal dari Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu dengan sanad yang tidak mengapa.”
Demikian perkataan Al Mundziri. Penulis Tuhfatul Ahwadzi, Al Mubarakfuri mengatakan, “Pada sanad hadits Abu Musa Al-Asy’ari yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah terdapat Lahi’ah dan ia adalah perawi yang dinilai dha’if.”
Hadits lainnya lagi adalah hadits ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Allah ‘azza wa jalla mendatangi makhluk-Nya pada malam nisfu Sya’ban, Allah mengampuni hamba-hamba-Nya kecuali dua orang yaitu orang yang bermusuhan dan orang yang membunuh jiwa.”
Al Mundziri mengatakan, “Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad dengan sanad yang layyin (ada perowi yang diberi penilaian negatif atau di-jarh, namun haditsnya masih dicatat).” Berarti hadits ini bermasalah.
Setelah Al Mubarakfuri meninjau riwayat-riwayat di atas, beliau mengatakan, “Hadits-hadits tersebut dilihat dari banyak jalannya bisa sebagai hujjah bagi orang yang mengklaim bahwa tidak ada satu pun hadits shahih yang menerangkan keutamaan malam nisfu Sya’ban. Wallahu Ta’ala a’lam.”
Ibnu Rajab mengatakan, “Ada beberapa hadits yang menjelaskan tentang keutamaan malam nisfu Sya’ban. Para ulama berselisih pendapat mengenai statusnya. Kebanyakan ulama mendhaifkan hadits-hadits tersebut. Ibnu Hibban menshahihkan sebagian hadits tersebut dan beliau masukkan dalam kitab shahihnya.” (Lathaif Al-Ma’arif).
Intinya, penilaian kebanyakan ulama (baca: jumhur ulama), keutamaan malam nisfu Sya’ban dinilai dha’if. Namun sebagian ulama menshohihkannya. Akan tetapi perbedaan ini bukan merupakan sesuatu hal yang amalah menjadikan umat terpecah belah.
Tidak akan ada penyelesaiannya, karena masing-masing pihak berangkat dengan ijtihad dan dalil masing-masing. Sebagian Ulama menganggapnya sebagai sunnah dan sebagian Ulama menganggapnya sebagai bi’dah hasanah mamduhah (bid’ah yang secara syar’i dikategorikan baik dan terpuji ) dan sebagian lain menganggap sebagai amalan bid’ah yang tidak pernah dijalankan oleh Nabi SAW.
Amalan Di Bulan Sya’ban
Bagaimana cara merayakan malam Nisfu Sya’ban? Apakah ada amalan-amalan khusus? Menurut sebagian besar Ulama, antara lain adalah dengan memperbanyak ibadah dan shalat malam dan dengan puasa. Baik malam nishfu syaban maupun malam-malam lainnya yang masih dalam bulan syaban.
Mengenai menghidupkan malam nisfu sya’ban yang menurut sebagian ulama adalah adalah sunnah Rasul SAW diambil dari dalil-dalil berikut :
Hadist Pertama
Rasulullah saw bersabda,: “Allah mengawasi dan memandang hamba hamba Nya di malam nisfu sya’ban, lalu mengampuni dosa dosa mereka semuanya kecuali musyrik dan orang yg pemarah pada sesama muslimin” (Shahih Ibn Hibban)
Hadist Kedua
Berkata Aisyah ra : “disuatu malam aku kehilangan Rasul saw, dan kutemukan beliau saw sedang di pekuburan Baqi’, beliau mengangkat kepalanya kearah langit, seraya bersabda : “Sungguh Allah turun ke langit bumi di malam nisfu sya’ban dan mengampuni dosa dosa hamba Nya sebanyak lebih dari jumlah bulu anjing dan domba” (Musnad Imam Ahmad hadits no.24825)
Pendapat Ulama’
Berkata Imam Syafii rahimahullah : “Doa mustajab adalah pada 5 malam, yaitu malam jumat, malam idul Adha, malam Idul Fitri, malam pertama bulan rajab, dan malam nisfu sya’ban” (Sunan Al Kubra Imam Baihaqiy juz 3 hal 319).
Berikut adalah ringkasan amaliyah Malam Nisfu Sya’ban menurut Ulama Syafi’iyyah:
1. Sholat fardlu Maghrib
Dilanjutkan dengan membaca Surat Yasin 3 kali; Bacaan yang pertama dengan niat panjang umur untuk ibadah, yang kedua dengan niat memperoleh rizqi yang halal barokah untuk bekal ibadah, yang ketiga dengan niat ditetapkan iman.
2. Memperbanyak dzikir, shalawat, doa dan istighfar.
3. Membaca doa malam nisfu syaban
“Allaahumma yaa dzal manni walaa yumannu ‘alaika yaa dzal jalaali wal ikraam. Yaa dzaththauli wal in’aam. Laa ilaaha illaa anta, dzahrullaajiin wajaarul mustajiiriin wa amaanul khaaifiin. Allaahumma in kunta katabtaniy ‘indaka fii ummil kitaabi syaqiyyan au mahruuman au mathruudan au muqtarran ‘alayya firrizqi, famhullaahumma bifadhlika syaqaawatiy wahirmaaniy wathardiy waqtitaari rizqiy wa atsbitniy ‘indaka fii ummil kitaabi sa’iidan marzuuqan muwaffaqan lil khairaat. Fainnaka qulta waqaulukal haqqu fii kitaabikal munazzali ‘alaa nabiyyikal mursal: “Yamhullaahu maa yasyaa-u wayutsbitu wa ‘indahuu ummul kitaab.” Ilaahiy bittajallil a’dzami fii lailatinnishfi min syahri sya’baanil mukarram al-latii yufraqu fiihaa kullu amrin hakiim wa yubram, ishrif ‘anniy minal balaa-i maa a’lamu wa maa laa a’lam. Wa anta ‘allaamul ghuyuubi birahmatika yaa arhamarraahimiin.
Artinya:
Ya Allah Tuhanku Pemilik nikmat, tiada ada yang bisa memberi nikmat atasMu.
Ya Allah Pemilik kebesaran dan kemuliaan.
Ya Allah Tuhanku Pemilik kekayaan dan Pemberi nikmat.
Tidak ada yang patut disembah selain hanya Engkau.
Engkaulah tempat bersandar.
Engkaulah tempat berlindung dan padaMulah tempat yang aman bagi orang-orang yang ketakutan. Ya Allah Tuhanku,
Jika sekiranya Engkau telah menulis dalam bukuMu bahwa aku adalah orang yang tidak bahagia atau orang yang sangat terbatas mendapat nikmatMu, atau termasuk orang yang dijauhkan dariMu atau orang yang disempitkan dalam mendapat rizkiMu
Maka aku memohon dengan karuniaMu. Semoga kiranya Engkau pindahkan aku kedalam golongan orang-orang yang berbahagia, mendapat keluasan rizki serta diberi petunjuk kepada kebajikan.
Sesungguhnya Engkau telah berkata dalam kitabMu yang telah diturunkan kepada RasulMu, dan perkataanMu adalah benar, yang berbunyi: Allah mengubah dan menetapkan apa-apa yang dikehendakiNya dan padaNya sumber kitab.
Ya Allah, dengan tajalliMu Yang Mahabesar pada malam Nisfu Sya’ban yang mulia ini, Engkau tetapkan dan Engkau ubah sesuatunya, maka aku memohon semoga kiranya aku dijauhkan dari bala bencana, baik yang aku ketahui atau yang tidak aku ketahui,
Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi. Dan aku selalu berharap limpahan rahmatMu ya Allah Tuhan Yang Maha Pengasih.”
Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran di malam yang berkah, dan sesungguhnya Kami yang memberi peringatan. () Di malam itu diturunkan setiap takdir dari Yang Maha Bijaksana.” (QS. Ad-Dukkhan: 3 – 4).
Diriwayatkan dari Ikrimah – rahimahullah – bahwa yang dimaksud malam pada ayat di atas adalah malam nisfu syaban. Ikrimah mengatakan:
Sesungguhnya malam tersebut adalah malam nisfu syaban. Di malam ini Allah menetapkan takdir setahun. (Tafsir Al-Qurtubi, 16/126).
Sementara itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa malam yang disebutkan pada ayat di atas adalah lailatul qadar dan bukan nisfu syaban. Sebagaimana keterangan Ibnu Katsir, setelah menyebutkan ayat di atas, beliau mengatakan:
Allah berfirman menceritakan tentang Al-Quran bahwa Dia menurunkan kitab itu pada malam yang berkah, yaitu lailatul qadar. Sebagaimana yang Allah tegaskan di ayat yang lain, (yang artinya); “Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran di lailatul qadar.” Dan itu terjadi di bulan ramadhan, sebagaimana yang Allah tegaskan, (yang artinya); “Bulan ramadhan, yang mana di bulan ini diturunkan Al-Quran.” (Tafsir Ibn Katsir, 7/245).
Selanjutnya Ibnu Katsir menegaskan lebih jauh:
Karena itu, siapa yang mengatakan, yang dimaksud malam pada ayat di atas adalah malam nisfu syaban – sebagaimana riwayat dari Ikrimah – maka itu pendapat yang terlalu jauh, karena nash Al-Quran dengan tegas bahwa malam itu terjadi di bulan ramadhan. (Tafsir Ibn Katsir, 7/246).
Dengan demikian, pendapat yang kuat tentang malam yang berkah, yang disebutkan pada surat Ad-Dukhan di atas adalah lailatul qadar di bulan ramadhan dan bukan malam nisfu Syaban. Karena itu, ayat dalam surat Ad-Dukhan di atas, tidak bisa dijadikan dalil untuk menunjukkan keutamaan malam nisfu Syaban.
Hadis seputar nisfu syaban
Terdapat beberapa hadis yang menunjukkan keutamaan nisfu syaban. Ada yang shahih, ada yang dhaif, bahkan ada yang palsu.
Berikut beberapa hadis tentang nisfu syaban yang tenar di masyarakat;
Pertama,
“Jika datang malam pertengahan bulan Sya’ban, maka lakukanlah qiyamul lail, dan berpuasalah di siang harinya, karena Allah turun ke langit dunia saat itu pada waktu matahari tenggelam, lalu Allah berfirman, ‘Adakah orang yang minta ampun kepada-Ku, maka Aku akan ampuni dia. Adakah orang yang meminta rezeki kepada-Ku, maka Aku akan memberi rezeki kepadanya. Adakah orang yang diuji, maka Aku akan selamatkan dia, dst…?’ (Allah berfirman tentang hal ini) sampai terbit fajar.” (HR. Ibnu Majah, 1/421; HR. al-Baihaqi dalam Su’abul Iman, 3/378)
Keterangan:
Hadits di atas diriwayatkan dari jalur Ibnu Abi Sabrah, dari Ibrahim bin Muhammad, dari Mu’awiyah bin Abdillah bin Ja’far, dari ayahnya, dari Ali bin Abi Thalib, secara marfu’ (sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Hadits dengan redaksi di atas adalah hadits maudhu’ (palsu), karena perawi bernama Ibnu Abi Sabrah statusnya muttaham bil kadzib (tertuduh berdusta), sebagaimana keterangan Ibnu Hajar dalam At-Taqrib. Imam Ahmad dan gurunya (Ibnu Ma’in) berkomentar tentang Ibnu Abi Sabrah, “Dia adalah perawi yang memalsukan hadits.”[ Lihat Silsilah Dha’ifah, no. 2132]
Kedua,
Riwayat dari A’isyah, bahwa beliau menuturkan:
Aku pernah kehilangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian aku keluar, ternyata beliau di Baqi, sambil menengadahkan wajah ke langit. Nabi bertanya; “Kamu khawatir Allah dan Rasul-Nya akan menipumu?” (maksudnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberi jatah Aisyah). Aisyah mengatakan: Wahai Rasulullah, saya hanya menyangka anda mendatangi istri yang lain. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam nisfu syaban, kemudian Dia mengampuni lebih dari jumlah bulu domba bani kalb.”
Keterangan:
Hadis ini diriwayatkan At-Turmudzi, Ibn Majah dari jalur Hajjaj bin Arthah dari Yahya bin Abi Katsir dari Urwah bin Zubair dari Aisyah. At-Turmudzi menegaskan: “Saya pernah mendengar Imam Bukhari mendhaifkan hadis ini.” Lebih lanjut, imam Bukhari menerangkan: “Yahya tidak mendengar dari Urwah, sementara Hajaj tidak mendengar dari Yahya.” (Asna Al-Mathalib, 1/84).
Ibnul Jauzi mengutip perkataan Ad-Daruquthni tentang hadis ini:
“Diriwayatkan dari berbagai jalur, dan sanadnya goncang, tidak kuat.” (Al-Ilal Al-Mutanahiyah, 3/556).
Akan tetapi hadis ini dishahihkan Al-Albani, karena kelemahan dalam hadis ini bukanlah kelemahan yang parah, sementara hadis ini memiliki banyak jalur, sehingga bisa terangkat menjadi shahih dan diterima. (lihat Silsilah Ahadits Dhaifah, 3/138).
Ketiga,
Hadis dari Abu Musa Al-Asy’ari, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”
Keterangan:
Hadis ini memiliki banyak jalur, diriwayatkan dari beberapa sahabat, diantaranya Abu Musa, Muadz bin Jabal, Abu Tsa’labah Al-Khusyani, Abu Hurairah, dan Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhum. Hadis dishahihkan oleh Imam Al-Albani dan dimasukkan dalam Silsilah Ahadits Shahihah, no. 1144. Beliau menilai hadis ini sebagai hadis shahih, karena memiliki banyak jalur dan satu sama saling menguatkan. Meskipun ada juga ulama yang menilai hadis ini sebagai hadis lemah, dan bahkan mereka menyimpulkan semua hadis yang menyebutkan tentang keutamaan nisfu syaban sebagai hadis dhaif.
Sikap ulama terkait nisfu syaban
Berangkat dari perselisihan mereka dalam menilai status keshahihan hadis, para ulama berselisish pendapat tentang keutamaan malam nisfu Syaban. Setidaknya, ada dua pendapat yang saling bertolak belakang dalam masalah ini. Berikut ini rinciannya:
Pendapat pertama: Tidak ada keutamaan khusus untuk malam nishfu Sya’ban.
Statusnya sama dengan malam-malam biasa lainnya. Mereka menyatakan bahwa semua dalil yang menyebutkan keutamaan malam nishfu Sya’ban adalah hadis lemah. Al-Hafizh Abu Syamah mengatakan, “Al-Hafizh Abul Khithab bin Dihyah, dalam kitabnya tentang bulan Sya’ban, mengatakan, ‘Para ulama ahli hadis dan kritik perawi mengatakan, ‘Tidak terdapat satu pun hadis sahih yang menyebutkan keutamaan malam nishfu Sya’ban.”” (Al-Ba’its ‘ala Inkaril Bida’, hlm. 33)
Dalam nukilan yang lain, Ibnu Dihyah mengatakan:
“Tidak ada satupun riwayat yang shahih tentang malam nisfu syaban, dan para perowi yang jujur tidak menyampaikan adanya shalat khusus di malam ini. Sementara yang terjadi di masyarakat berasal dari mereka yang suka mempermainkan syariat Muhammad yang masih mencintai kebiasaan orang majusi (baca: Syiah). (Asna Al-Mathalib, 1/84)
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Syekh Abdul Aziz bin Baz. Beliau mengingkari adanya keutamaan malam nishfu Sya’ban. Beliau mengatakan, “Terdapat beberapa hadis dhaif tentang keutamaan malam nishfu Sya’ban, yang tidak boleh dijadikan landasan. Adapun hadis yang menyebutkan keutamaan shalat di malam nishfu Sya’ban, semuanya statusnya palsu, sebagaimana keterangan para ulama (pakar hadis).” (At-Tahdzir min Al-Bida’, hlm. 11)
Pendapat kedua: Ada keutamaan khusus untuk malam nishfu Sya’ban.
Para ulama yang menilai shahih beberapa dalil tentang keutamaan nisfu syaban, mereka mengimaninya dan menegaskan adanya keutamaan malam tersebut. Diantara hadis pokok yang mereka jadikan landasan adalah hadis dari Abu Musa Al-Asy’ari;
“Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (H.R. Ibnu Majah dan Ath-Thabrani; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Diantara jajaran ulama ahlus sunah yang memegang pendapat ini adalah ahli hadis abad ini, Imam Muhammad Nasiruddin Al-Albani. Bahkan beliau menganggap sikap sebagian orang yang menolak semua hadis tentang malam nisfu syaban termasuk tindakan yang gegabah. Setelah menyebutkan salah satu hadis tentang keutamaan malam nisfu syaban, Syaikh Al-Albani mengatakan:
Keterangan yang dinukil oleh Syekh Al-Qosimi –rahimahullah– dalam buku beliau; ‘Ishlah Al-Masajid’ dari beberapa ulama ahli hadis, bahwa tidak ada satupun hadis shahih tentang keutamaan malam nisfu syaban, termasuk keterangan yang tidak layak untuk dijadikan sandaran. Sementara, sikap sebagian ulama yang menegaskan tidak ada keutamaan malam nisfu syaban secara mutlak, sesungguhnya dilakukan karena terlalu terburu-buru dan tidak berusaha mencurahkan kemampuan untuk meneliti semua jalur untuk riwayat ini, sebagaimana yang ada di hadapan anda. Dan hanyalah Allah yang memberi taufiq. (Silsilah Ahadits Shahihah, 3/139)
Setelah menyebutkan beberapa waktu yang utama, Syekhul Islam mengatakan, “… Pendapat yang dipegang mayoritas ulama dan kebanyakan ulama dalam Mazhab Hanbali adalah meyakini adanya keutamaan malam nishfu Sya’ban. Ini juga sesuai keterangan Imam Ahmad. Mengingat adanya banyak hadis yang terkait masalah ini, serta dibenarkan oleh berbagai riwayat dari para shahabat dan tabi’in” (Majmu’ Fatawa, 23/123)
Ibnu Rajab mengatakan, “Terkait malam nishfu Sya’ban, dahulu para tabi’in penduduk Syam, seperti Khalid bin Ma’dan, Mak-hul, Luqman bin Amir, dan beberapa tabi’in lainnya memuliakannya dan bersungguh-sungguh dalam beribadah di malam itu ….” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 247)
Kesimpulan:
Dari keterangan di atas, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan:
Pertama, malam nishfu syaban termasuk malam yang memiliki keutamaan. Hal ini berdasarkan hadis, sebagaimana yang telah disebutkan. Meskipun sebagian ulama menyebut hadis ini hadis yang dhaif, namun, insya Allah yang lebih kuat adalah penilaian Syekh Al-Albani, yaitu bahwa hadis tersebut berstatus sahih.
Kedua, belum ditemukan satu pun riwayat yang shahih, yang menganjurkan amalan khusus maupun ibadah tertentu ketika nishfu Syaban, baik berupa puasa atau shalat. Hadis shahih tentang malam nisfu syaban hanya menunjukkan bahwa Allah mengampuni semua hamba-Nya di malam nishfu sya’ban, tanpa dikaitkan dengan amal tertentu. Karena itu, praktek sebagian kaum muslimin yang melakukan shalat khusus di malam itu dan dianggap sebagai shalat malam nisfu syaban adalah anggapan yang tidak benar.
Ketiga, Ulama berselisih pendapat tentang apakah dianjurkan menghidupkan malam nishfu Sya’ban dengan banyak beribadah? Sebagian ulama menganjurkan, seperti sikap beberapa ulama tabi’in yang bersungguh-sungguh dalam ibadah. Sebagian yang lain menganggap bahwa mengkhususkan malam nishfu Sya’ban untuk beribadah adalah bid’ah.
Keempat, Ulama yang memperbolehkan memperbanyak amal di malam nishfu Sya’ban menegaskan bahwa tidak boleh mengadakan acara khusus, atau ibadah tertentu, baik secara berjamaah maupun sendiri-sendiri, di malam nisfu syaban, karena tidak ada amalan sunah khusus di malam nishfu Sya’ban. Untuk itu, menurut pendapat ini, seseorang diperbolehkan memperbanyak ibadah secara mutlak, apa pun bentuk ibadah tersebut.
Kesimpulan
Dari admin rajakatachen.blogspot.com. Hendaklah setiap muslim menyikapi permasalahan ini dengan bijak tanpa harus menentang atau bahkan menyalahkan pendapat yang lainnya karena bagaimanapun permasalahan ini masih diperselisihkan oleh para ulama meskipun hanya dilakukan oleh para tabi’in. Yang menganggap amalan nishfu sya’ban lemah mohon jangan mencemooh atau membid’ahkan yang tidak sependapat.
Wallahualam bisshawab
Ada beberapa bulan dalam islam yang didalamnya terdapat keberkahan dan keagungan, Salah satunya adalah bulan Sya’ban. Dan dalam bulan sya’ban tersebut ada satu malam istimewa yang masih menjadi ikhtilaf atau perbedaan pendapat dari zaman tabi’in sampai sekarang, yang mana jika kita menghidupkan malam tersebut dengan beribadah maka Allah pasti akan mengampuni dosa-dosa kita kecuali dosa syirik dan membunuh.
Di kalangan kaum muslimin di Indonesia malam Nisfu sya’ban ini selalu menjadi malam yang istimewa diantara malam-malam di bulan Sya’ban. Berkenaan dengan malam Nisfu (pertengahan) Sya'ban ada beberapa hal yang patut diketahui bersama, karena malam Nisfu Sya’ban ini sejak lama menjadi perdebatan di kalangan Ulama dan para ahli hadist dan menjadi ‘mahallul-khilaf’ nyaris sepajang zaman.
Keistimewaan Malam Nisfu Sya’ban
Ada hadits yang menyatakan keutamaan malam nisfu Sya’ban yang mengatakan bahwa di malam tersebut akan ada banyak pengampunan terhadap dosa.Di antaranya adalah hadits riwayat Mu’adz bin Jabal, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
يَطَّلِعُ اللَّهُ إِلَى جَمِيعِ خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
“Allah mendatangi seluruh makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban. Dan Dia akan mengampuni seluruh makhluk kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”
Al-Mundziri dalam At-Targhib setelah menyebutkan hadits ini, beliau mengatakan, “Dikeluarkan oleh At-Thabrani dalam Al Awsath dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya dan juga oleh Al-Baihaqi. Ibnu Majah pun mengeluarkan hadits dengan lafazh yang sama dari hadits Abu Musa Al-Asy’ari. Al-Bazzar dan Al-Baihaqi mengeluarkan yang semisal dari Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu dengan sanad yang tidak mengapa.”
Demikian perkataan Al Mundziri. Penulis Tuhfatul Ahwadzi, Al Mubarakfuri mengatakan, “Pada sanad hadits Abu Musa Al-Asy’ari yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah terdapat Lahi’ah dan ia adalah perawi yang dinilai dha’if.”
Hadits lainnya lagi adalah hadits ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
يَطَّلِعُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ إِلَّا اِثْنَيْنِ مُشَاحِنٍ وَقَاتِلِ نَفْسٍ
“Allah ‘azza wa jalla mendatangi makhluk-Nya pada malam nisfu Sya’ban, Allah mengampuni hamba-hamba-Nya kecuali dua orang yaitu orang yang bermusuhan dan orang yang membunuh jiwa.”
Al Mundziri mengatakan, “Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad dengan sanad yang layyin (ada perowi yang diberi penilaian negatif atau di-jarh, namun haditsnya masih dicatat).” Berarti hadits ini bermasalah.
Setelah Al Mubarakfuri meninjau riwayat-riwayat di atas, beliau mengatakan, “Hadits-hadits tersebut dilihat dari banyak jalannya bisa sebagai hujjah bagi orang yang mengklaim bahwa tidak ada satu pun hadits shahih yang menerangkan keutamaan malam nisfu Sya’ban. Wallahu Ta’ala a’lam.”
Ibnu Rajab mengatakan, “Ada beberapa hadits yang menjelaskan tentang keutamaan malam nisfu Sya’ban. Para ulama berselisih pendapat mengenai statusnya. Kebanyakan ulama mendhaifkan hadits-hadits tersebut. Ibnu Hibban menshahihkan sebagian hadits tersebut dan beliau masukkan dalam kitab shahihnya.” (Lathaif Al-Ma’arif).
Intinya, penilaian kebanyakan ulama (baca: jumhur ulama), keutamaan malam nisfu Sya’ban dinilai dha’if. Namun sebagian ulama menshohihkannya. Akan tetapi perbedaan ini bukan merupakan sesuatu hal yang amalah menjadikan umat terpecah belah.
Tidak akan ada penyelesaiannya, karena masing-masing pihak berangkat dengan ijtihad dan dalil masing-masing. Sebagian Ulama menganggapnya sebagai sunnah dan sebagian Ulama menganggapnya sebagai bi’dah hasanah mamduhah (bid’ah yang secara syar’i dikategorikan baik dan terpuji ) dan sebagian lain menganggap sebagai amalan bid’ah yang tidak pernah dijalankan oleh Nabi SAW.
Amalan Di Bulan Sya’ban
Bagaimana cara merayakan malam Nisfu Sya’ban? Apakah ada amalan-amalan khusus? Menurut sebagian besar Ulama, antara lain adalah dengan memperbanyak ibadah dan shalat malam dan dengan puasa. Baik malam nishfu syaban maupun malam-malam lainnya yang masih dalam bulan syaban.
Mengenai menghidupkan malam nisfu sya’ban yang menurut sebagian ulama adalah adalah sunnah Rasul SAW diambil dari dalil-dalil berikut :
Hadist Pertama
Rasulullah saw bersabda,: “Allah mengawasi dan memandang hamba hamba Nya di malam nisfu sya’ban, lalu mengampuni dosa dosa mereka semuanya kecuali musyrik dan orang yg pemarah pada sesama muslimin” (Shahih Ibn Hibban)
Hadist Kedua
Berkata Aisyah ra : “disuatu malam aku kehilangan Rasul saw, dan kutemukan beliau saw sedang di pekuburan Baqi’, beliau mengangkat kepalanya kearah langit, seraya bersabda : “Sungguh Allah turun ke langit bumi di malam nisfu sya’ban dan mengampuni dosa dosa hamba Nya sebanyak lebih dari jumlah bulu anjing dan domba” (Musnad Imam Ahmad hadits no.24825)
Pendapat Ulama’
Berkata Imam Syafii rahimahullah : “Doa mustajab adalah pada 5 malam, yaitu malam jumat, malam idul Adha, malam Idul Fitri, malam pertama bulan rajab, dan malam nisfu sya’ban” (Sunan Al Kubra Imam Baihaqiy juz 3 hal 319).
Berikut adalah ringkasan amaliyah Malam Nisfu Sya’ban menurut Ulama Syafi’iyyah:
1. Sholat fardlu Maghrib
Dilanjutkan dengan membaca Surat Yasin 3 kali; Bacaan yang pertama dengan niat panjang umur untuk ibadah, yang kedua dengan niat memperoleh rizqi yang halal barokah untuk bekal ibadah, yang ketiga dengan niat ditetapkan iman.
2. Memperbanyak dzikir, shalawat, doa dan istighfar.
3. Membaca doa malam nisfu syaban
اَللَّهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَ لا يَمُنُّ عَلَيْكَ يَا ذَا اْلجَلاَلِ وَ اْلاِكْرَامِ ياَ ذَا الطَّوْلِ وَ اْلاِنْعَامِ لاَ اِلهَ اِلاَّ اَنْتَ ظَهْرَ اللاَّجِيْنَ وَجَارَ الْمُسْتَجِيْرِيْنَ وَ اَمَانَ اْلخَائِفِيْنَ . اَللَّهُمَّ اِنْ كُنْتَ كَتَبْتَنِى عِنْدَكَ فِيْ اُمِّ اْلكِتَابِ شَقِيًّا اَوْ مَحْرُوْمًا اَوْ مَطْرُوْدًا اَوْ مُقْتَرًّا عَلَىَّ فِى الرِّزْقِ فَامْحُ اللَّهُمَّ بِفَضْلِكَ فِيْ اُمِّ اْلكِتَابِ شَقَاوَتِي وَ حِرْمَانِي وَ طَرْدِي وَ اِقْتَارَ رِزْقِي وَ اَثْبِتْنِىْ عِنْدَكَ فِي اُمِّ اْلكِتَابِ سَعِيْدًا مَرْزُوْقًا مُوَفَّقًا لِلْخَيْرَاتِ فَإِنَّكَ قُلْتَ وَ قَوْلُكَ اْلحَقُّ فِى كِتَابِكَ الْمُنْزَلِ عَلَى نَبِيِّكَ الْمُرْسَلِ يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَ يُثْبِتُ وَ عِنْدَهُ اُمُّ اْلكِتَابِ. اِلهِيْ بِالتَّجَلِّى اْلاَعْظَمِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَهْرِ شَعْبَانَ الْمُكَرَّمِ الَّتِيْ يُفْرَقُ فِيْهَا كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍ وَ يُبْرَمُ اِصْرِفْ عَنِّيْ مِنَ اْلبَلاَءِ مَا اَعْلَمُ وَ مَا لا اَعْلَمُ وَاَنْتَ عَلاَّمُ اْلغُيُوْبِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ . اَمِيْنَ
“Allaahumma yaa dzal manni walaa yumannu ‘alaika yaa dzal jalaali wal ikraam. Yaa dzaththauli wal in’aam. Laa ilaaha illaa anta, dzahrullaajiin wajaarul mustajiiriin wa amaanul khaaifiin. Allaahumma in kunta katabtaniy ‘indaka fii ummil kitaabi syaqiyyan au mahruuman au mathruudan au muqtarran ‘alayya firrizqi, famhullaahumma bifadhlika syaqaawatiy wahirmaaniy wathardiy waqtitaari rizqiy wa atsbitniy ‘indaka fii ummil kitaabi sa’iidan marzuuqan muwaffaqan lil khairaat. Fainnaka qulta waqaulukal haqqu fii kitaabikal munazzali ‘alaa nabiyyikal mursal: “Yamhullaahu maa yasyaa-u wayutsbitu wa ‘indahuu ummul kitaab.” Ilaahiy bittajallil a’dzami fii lailatinnishfi min syahri sya’baanil mukarram al-latii yufraqu fiihaa kullu amrin hakiim wa yubram, ishrif ‘anniy minal balaa-i maa a’lamu wa maa laa a’lam. Wa anta ‘allaamul ghuyuubi birahmatika yaa arhamarraahimiin.
Artinya:
Ya Allah Tuhanku Pemilik nikmat, tiada ada yang bisa memberi nikmat atasMu.
Ya Allah Pemilik kebesaran dan kemuliaan.
Ya Allah Tuhanku Pemilik kekayaan dan Pemberi nikmat.
Tidak ada yang patut disembah selain hanya Engkau.
Engkaulah tempat bersandar.
Engkaulah tempat berlindung dan padaMulah tempat yang aman bagi orang-orang yang ketakutan. Ya Allah Tuhanku,
Jika sekiranya Engkau telah menulis dalam bukuMu bahwa aku adalah orang yang tidak bahagia atau orang yang sangat terbatas mendapat nikmatMu, atau termasuk orang yang dijauhkan dariMu atau orang yang disempitkan dalam mendapat rizkiMu
Maka aku memohon dengan karuniaMu. Semoga kiranya Engkau pindahkan aku kedalam golongan orang-orang yang berbahagia, mendapat keluasan rizki serta diberi petunjuk kepada kebajikan.
Sesungguhnya Engkau telah berkata dalam kitabMu yang telah diturunkan kepada RasulMu, dan perkataanMu adalah benar, yang berbunyi: Allah mengubah dan menetapkan apa-apa yang dikehendakiNya dan padaNya sumber kitab.
Ya Allah, dengan tajalliMu Yang Mahabesar pada malam Nisfu Sya’ban yang mulia ini, Engkau tetapkan dan Engkau ubah sesuatunya, maka aku memohon semoga kiranya aku dijauhkan dari bala bencana, baik yang aku ketahui atau yang tidak aku ketahui,
Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi. Dan aku selalu berharap limpahan rahmatMu ya Allah Tuhan Yang Maha Pengasih.”
Allah berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ * فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran di malam yang berkah, dan sesungguhnya Kami yang memberi peringatan. () Di malam itu diturunkan setiap takdir dari Yang Maha Bijaksana.” (QS. Ad-Dukkhan: 3 – 4).
Diriwayatkan dari Ikrimah – rahimahullah – bahwa yang dimaksud malam pada ayat di atas adalah malam nisfu syaban. Ikrimah mengatakan:
أن هذه الليلة هي ليلة النصف من شعبان ، يبرم فيها أمر السنة
Sesungguhnya malam tersebut adalah malam nisfu syaban. Di malam ini Allah menetapkan takdir setahun. (Tafsir Al-Qurtubi, 16/126).
Sementara itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa malam yang disebutkan pada ayat di atas adalah lailatul qadar dan bukan nisfu syaban. Sebagaimana keterangan Ibnu Katsir, setelah menyebutkan ayat di atas, beliau mengatakan:
يقول تعالى مخبراً عن القرآن العظيم أنه أنزله في ليلة مباركة ، وهي ليلة القدر كما قال عز وجل :{ إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْر} وكان ذلك في شهر رمضان، كما قال: تعالى: { شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزلَ فِيهِ الْقُرْآنُ }
Allah berfirman menceritakan tentang Al-Quran bahwa Dia menurunkan kitab itu pada malam yang berkah, yaitu lailatul qadar. Sebagaimana yang Allah tegaskan di ayat yang lain, (yang artinya); “Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran di lailatul qadar.” Dan itu terjadi di bulan ramadhan, sebagaimana yang Allah tegaskan, (yang artinya); “Bulan ramadhan, yang mana di bulan ini diturunkan Al-Quran.” (Tafsir Ibn Katsir, 7/245).
Selanjutnya Ibnu Katsir menegaskan lebih jauh:
ومن قال : إنها ليلة النصف من شعبان -كما روي عن عكرمة-فقد أبعد النَّجْعَة فإن نص القرآن أنها في رمضان
Karena itu, siapa yang mengatakan, yang dimaksud malam pada ayat di atas adalah malam nisfu syaban – sebagaimana riwayat dari Ikrimah – maka itu pendapat yang terlalu jauh, karena nash Al-Quran dengan tegas bahwa malam itu terjadi di bulan ramadhan. (Tafsir Ibn Katsir, 7/246).
Dengan demikian, pendapat yang kuat tentang malam yang berkah, yang disebutkan pada surat Ad-Dukhan di atas adalah lailatul qadar di bulan ramadhan dan bukan malam nisfu Syaban. Karena itu, ayat dalam surat Ad-Dukhan di atas, tidak bisa dijadikan dalil untuk menunjukkan keutamaan malam nisfu Syaban.
Hadis seputar nisfu syaban
Terdapat beberapa hadis yang menunjukkan keutamaan nisfu syaban. Ada yang shahih, ada yang dhaif, bahkan ada yang palsu.
Berikut beberapa hadis tentang nisfu syaban yang tenar di masyarakat;
Pertama,
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَصُوْمُوْا نَهَارَهَا فَإِنَّ اللهَ يَنْزِلُ فِيْهَا لِغُرُوْبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُوْلُ أَلاَ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ أَلاَ مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلاَ مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلاَ كَذَا أَلاَ كَذَا حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
“Jika datang malam pertengahan bulan Sya’ban, maka lakukanlah qiyamul lail, dan berpuasalah di siang harinya, karena Allah turun ke langit dunia saat itu pada waktu matahari tenggelam, lalu Allah berfirman, ‘Adakah orang yang minta ampun kepada-Ku, maka Aku akan ampuni dia. Adakah orang yang meminta rezeki kepada-Ku, maka Aku akan memberi rezeki kepadanya. Adakah orang yang diuji, maka Aku akan selamatkan dia, dst…?’ (Allah berfirman tentang hal ini) sampai terbit fajar.” (HR. Ibnu Majah, 1/421; HR. al-Baihaqi dalam Su’abul Iman, 3/378)
Keterangan:
Hadits di atas diriwayatkan dari jalur Ibnu Abi Sabrah, dari Ibrahim bin Muhammad, dari Mu’awiyah bin Abdillah bin Ja’far, dari ayahnya, dari Ali bin Abi Thalib, secara marfu’ (sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Hadits dengan redaksi di atas adalah hadits maudhu’ (palsu), karena perawi bernama Ibnu Abi Sabrah statusnya muttaham bil kadzib (tertuduh berdusta), sebagaimana keterangan Ibnu Hajar dalam At-Taqrib. Imam Ahmad dan gurunya (Ibnu Ma’in) berkomentar tentang Ibnu Abi Sabrah, “Dia adalah perawi yang memalsukan hadits.”[ Lihat Silsilah Dha’ifah, no. 2132]
Kedua,
Riwayat dari A’isyah, bahwa beliau menuturkan:
فقدت النبي صلى الله عليه وسلم فخرجت فإذا هو بالبقيع رافعا رأسه إلى السماء فقال: “أكنت تخافين أن يحيف الله عليك ورسوله” فقلت يا رسول الله ظننت أنك أتيت بعض نسائك فقال: ” إن الله تبارك وتعالى ينزل ليلة النصف من شعبان إلى السماء الدنيا فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب
Aku pernah kehilangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian aku keluar, ternyata beliau di Baqi, sambil menengadahkan wajah ke langit. Nabi bertanya; “Kamu khawatir Allah dan Rasul-Nya akan menipumu?” (maksudnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberi jatah Aisyah). Aisyah mengatakan: Wahai Rasulullah, saya hanya menyangka anda mendatangi istri yang lain. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam nisfu syaban, kemudian Dia mengampuni lebih dari jumlah bulu domba bani kalb.”
Keterangan:
Hadis ini diriwayatkan At-Turmudzi, Ibn Majah dari jalur Hajjaj bin Arthah dari Yahya bin Abi Katsir dari Urwah bin Zubair dari Aisyah. At-Turmudzi menegaskan: “Saya pernah mendengar Imam Bukhari mendhaifkan hadis ini.” Lebih lanjut, imam Bukhari menerangkan: “Yahya tidak mendengar dari Urwah, sementara Hajaj tidak mendengar dari Yahya.” (Asna Al-Mathalib, 1/84).
Ibnul Jauzi mengutip perkataan Ad-Daruquthni tentang hadis ini:
“Diriwayatkan dari berbagai jalur, dan sanadnya goncang, tidak kuat.” (Al-Ilal Al-Mutanahiyah, 3/556).
Akan tetapi hadis ini dishahihkan Al-Albani, karena kelemahan dalam hadis ini bukanlah kelemahan yang parah, sementara hadis ini memiliki banyak jalur, sehingga bisa terangkat menjadi shahih dan diterima. (lihat Silsilah Ahadits Dhaifah, 3/138).
Ketiga,
Hadis dari Abu Musa Al-Asy’ari, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
“Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”
Keterangan:
Hadis ini memiliki banyak jalur, diriwayatkan dari beberapa sahabat, diantaranya Abu Musa, Muadz bin Jabal, Abu Tsa’labah Al-Khusyani, Abu Hurairah, dan Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhum. Hadis dishahihkan oleh Imam Al-Albani dan dimasukkan dalam Silsilah Ahadits Shahihah, no. 1144. Beliau menilai hadis ini sebagai hadis shahih, karena memiliki banyak jalur dan satu sama saling menguatkan. Meskipun ada juga ulama yang menilai hadis ini sebagai hadis lemah, dan bahkan mereka menyimpulkan semua hadis yang menyebutkan tentang keutamaan nisfu syaban sebagai hadis dhaif.
Sikap ulama terkait nisfu syaban
Berangkat dari perselisihan mereka dalam menilai status keshahihan hadis, para ulama berselisish pendapat tentang keutamaan malam nisfu Syaban. Setidaknya, ada dua pendapat yang saling bertolak belakang dalam masalah ini. Berikut ini rinciannya:
Pendapat pertama: Tidak ada keutamaan khusus untuk malam nishfu Sya’ban.
Statusnya sama dengan malam-malam biasa lainnya. Mereka menyatakan bahwa semua dalil yang menyebutkan keutamaan malam nishfu Sya’ban adalah hadis lemah. Al-Hafizh Abu Syamah mengatakan, “Al-Hafizh Abul Khithab bin Dihyah, dalam kitabnya tentang bulan Sya’ban, mengatakan, ‘Para ulama ahli hadis dan kritik perawi mengatakan, ‘Tidak terdapat satu pun hadis sahih yang menyebutkan keutamaan malam nishfu Sya’ban.”” (Al-Ba’its ‘ala Inkaril Bida’, hlm. 33)
Dalam nukilan yang lain, Ibnu Dihyah mengatakan:
لم يصح في ليلة نصف من شعبان شيء ولا نطق بالصلاة فيها ذو صدق من الرواة وما أحدثه إلا متلاعب بالشريعة المحمدية راغب في زي المجوسية
“Tidak ada satupun riwayat yang shahih tentang malam nisfu syaban, dan para perowi yang jujur tidak menyampaikan adanya shalat khusus di malam ini. Sementara yang terjadi di masyarakat berasal dari mereka yang suka mempermainkan syariat Muhammad yang masih mencintai kebiasaan orang majusi (baca: Syiah). (Asna Al-Mathalib, 1/84)
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Syekh Abdul Aziz bin Baz. Beliau mengingkari adanya keutamaan malam nishfu Sya’ban. Beliau mengatakan, “Terdapat beberapa hadis dhaif tentang keutamaan malam nishfu Sya’ban, yang tidak boleh dijadikan landasan. Adapun hadis yang menyebutkan keutamaan shalat di malam nishfu Sya’ban, semuanya statusnya palsu, sebagaimana keterangan para ulama (pakar hadis).” (At-Tahdzir min Al-Bida’, hlm. 11)
Pendapat kedua: Ada keutamaan khusus untuk malam nishfu Sya’ban.
Para ulama yang menilai shahih beberapa dalil tentang keutamaan nisfu syaban, mereka mengimaninya dan menegaskan adanya keutamaan malam tersebut. Diantara hadis pokok yang mereka jadikan landasan adalah hadis dari Abu Musa Al-Asy’ari;
إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
“Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (H.R. Ibnu Majah dan Ath-Thabrani; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Diantara jajaran ulama ahlus sunah yang memegang pendapat ini adalah ahli hadis abad ini, Imam Muhammad Nasiruddin Al-Albani. Bahkan beliau menganggap sikap sebagian orang yang menolak semua hadis tentang malam nisfu syaban termasuk tindakan yang gegabah. Setelah menyebutkan salah satu hadis tentang keutamaan malam nisfu syaban, Syaikh Al-Albani mengatakan:
فما نقله الشيخ القاسمي رحمه الله تعالى في ” إصلاح المساجد ” (ص 107) عن أهل التعديل والتجريح أنه ليس في فضل ليلة النصف من شعبان حديث صحيح، فليس مما ينبغي الاعتماد عليه، ولئن كان أحد منهم أطلق مثل هذا القول فإنما أوتي من قبل التسرع وعدم وسع الجهد لتتبع الطرق على هذا النحو الذي بين يديك. والله تعالى هو الموفق
Keterangan yang dinukil oleh Syekh Al-Qosimi –rahimahullah– dalam buku beliau; ‘Ishlah Al-Masajid’ dari beberapa ulama ahli hadis, bahwa tidak ada satupun hadis shahih tentang keutamaan malam nisfu syaban, termasuk keterangan yang tidak layak untuk dijadikan sandaran. Sementara, sikap sebagian ulama yang menegaskan tidak ada keutamaan malam nisfu syaban secara mutlak, sesungguhnya dilakukan karena terlalu terburu-buru dan tidak berusaha mencurahkan kemampuan untuk meneliti semua jalur untuk riwayat ini, sebagaimana yang ada di hadapan anda. Dan hanyalah Allah yang memberi taufiq. (Silsilah Ahadits Shahihah, 3/139)
Setelah menyebutkan beberapa waktu yang utama, Syekhul Islam mengatakan, “… Pendapat yang dipegang mayoritas ulama dan kebanyakan ulama dalam Mazhab Hanbali adalah meyakini adanya keutamaan malam nishfu Sya’ban. Ini juga sesuai keterangan Imam Ahmad. Mengingat adanya banyak hadis yang terkait masalah ini, serta dibenarkan oleh berbagai riwayat dari para shahabat dan tabi’in” (Majmu’ Fatawa, 23/123)
Ibnu Rajab mengatakan, “Terkait malam nishfu Sya’ban, dahulu para tabi’in penduduk Syam, seperti Khalid bin Ma’dan, Mak-hul, Luqman bin Amir, dan beberapa tabi’in lainnya memuliakannya dan bersungguh-sungguh dalam beribadah di malam itu ….” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 247)
Kesimpulan:
Dari keterangan di atas, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan:
Pertama, malam nishfu syaban termasuk malam yang memiliki keutamaan. Hal ini berdasarkan hadis, sebagaimana yang telah disebutkan. Meskipun sebagian ulama menyebut hadis ini hadis yang dhaif, namun, insya Allah yang lebih kuat adalah penilaian Syekh Al-Albani, yaitu bahwa hadis tersebut berstatus sahih.
Kedua, belum ditemukan satu pun riwayat yang shahih, yang menganjurkan amalan khusus maupun ibadah tertentu ketika nishfu Syaban, baik berupa puasa atau shalat. Hadis shahih tentang malam nisfu syaban hanya menunjukkan bahwa Allah mengampuni semua hamba-Nya di malam nishfu sya’ban, tanpa dikaitkan dengan amal tertentu. Karena itu, praktek sebagian kaum muslimin yang melakukan shalat khusus di malam itu dan dianggap sebagai shalat malam nisfu syaban adalah anggapan yang tidak benar.
Ketiga, Ulama berselisih pendapat tentang apakah dianjurkan menghidupkan malam nishfu Sya’ban dengan banyak beribadah? Sebagian ulama menganjurkan, seperti sikap beberapa ulama tabi’in yang bersungguh-sungguh dalam ibadah. Sebagian yang lain menganggap bahwa mengkhususkan malam nishfu Sya’ban untuk beribadah adalah bid’ah.
Keempat, Ulama yang memperbolehkan memperbanyak amal di malam nishfu Sya’ban menegaskan bahwa tidak boleh mengadakan acara khusus, atau ibadah tertentu, baik secara berjamaah maupun sendiri-sendiri, di malam nisfu syaban, karena tidak ada amalan sunah khusus di malam nishfu Sya’ban. Untuk itu, menurut pendapat ini, seseorang diperbolehkan memperbanyak ibadah secara mutlak, apa pun bentuk ibadah tersebut.
Kesimpulan
Dari admin rajakatachen.blogspot.com. Hendaklah setiap muslim menyikapi permasalahan ini dengan bijak tanpa harus menentang atau bahkan menyalahkan pendapat yang lainnya karena bagaimanapun permasalahan ini masih diperselisihkan oleh para ulama meskipun hanya dilakukan oleh para tabi’in. Yang menganggap amalan nishfu sya’ban lemah mohon jangan mencemooh atau membid’ahkan yang tidak sependapat.
Wallahualam bisshawab
Advertisement